Rabu, 27 November 2013
Jumat, 22 November 2013
KEBUDAYAAN MAPALUS
Kebudayaan Mapalus
Kerja sama adalah cara untuk membangun hubungan suatu perkumpulan atau
kelompok yang dapat mempererat satu sama lain. KERJA SAMA!!! adalah juga
suatu kegiatan positif untuk dapat mencapai suatu tujuan.
NAAAH!!! hal ini diterapkan oleh suatu suku di Sulawesi Utara yang
dijadikan suatu budaya. Dan sudah seharusnya kita dapat meniru budaya
tersebut!!!!! kamu tau budaya itu???
YUUUP!!!
BUDAYA MAPALUS!!!!
Mapalus merupakan sebuah tradisi budaya suku Minahasa dimana dalam
mengerjakan segala sesuatu dilakukan secara bersama-sama atau gotong
royong. Budaya mapalus mengandung arti yang sangat mendasar. Mapalus
juga dikenal sebagai local Spirit and local wisdom masyarakat di
Minahasa.
Seperti apa kerja sama masyarakat dalam melakukan kebudayaan mapulus????
nih gambarnyaaaa :
Mapalus juga adalah suatu sistem atau teknik kerjasama untuk kepentingan bersama dalam budaya Suku Minahasa. Mapalus merupakan salah satu tradisi gotong royong yang diwariskan oleh para leluhur dari tanah Toar dan Lumimu’ut yang didasarkan pada falsafah hidup orang Minahasa yaitu “Si Tou Timou Tumou Tou” dan berkaitan erat dengan motto Sulawesi Utara yaitu “Torang Samua Basudara” yang sampai saat ini tetap ada dan tak akan lekang oleh waktu.
Pada awalnya mapalus dilakukan khusus pada kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan bidang pertanian, mulai dari membuka lahan sampai memetik hasil atau panen. Tetapi seiring dengan perkembannganya Budaya Mapalus tidak hanya terbatas di bidang pertanian, melainkan juga diterapkan dalam setiap kegiatan yang bersifat sosial kemasyarakatan, dan hampir di segala bidang kehidupan, seperti dalam kegiatan-kegiatan upacara adat, mendirikan rumah, membuat perahu, perkawinan, kematian, dan sebagainya.
Dengan adanya mapalus membuat masyarakat minahasa menjadi
lebih bersaudara satu dengan yang lain tanpa memandang suku, agama, ras dan
antargolongan (SARA).
pelatihan masyarakat
Beberapa anggota Tim Juri 2 saat melakukan penilaian di wilayah RW 07 Mulyorejo, Senin (18/11) lalu.
MALANG - Penilaian Lomba Kampung Bersinar yang digelar oleh Dinas Kebersihan dan Pariwisata (DKP) Kota Malang sudah memasuki wilayah Kecamatan Sukun. Tim juri selalu memberikan evaluasi setiap kali usai melakukan penilaian. Dalam evaluasi tersebut Tim Juri juga memberikan kesempatan warga untuk bertanya seputar Lomba Kampung Bersinar. Warga, ternyata juga tidak saja bertanya, tetapi juga mengajukan permohonan.
Seperti, yang dilakukan oleh warga RW 07 Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun. Elisabeth, Ketua TP PKK, dalam sesi evaluasi meminta kepada DKP agar warganya diajari membuat kerajinan tangan dari daur ulang sampah. “Keterampilan kami masih sangat terbatas dalam membuat karya kerajinan dari sampah kering. Karena itu apakah kami bisa dilatih untuk membuat keterampilan yang lebih bervariasi agar mempunyai nilai jual yang lebih tinggi,” tanya Elisabeth.
Salah satu Tim Juri, Dharsono menjawab, permintaan pelatihan membuat kerajinan oleh warga akan segera direspons oleh DKP. “Permintaan seperti itu baik sekali. Ibu buat surat permohonan pelatihan kepada DKP. Nanti, akan segera dijawab oleh DKP. Cuma, untuk pengumpukan warga yang mau ikut serta persiapan tempatnya harus dilakukan oleh warga. Nanti, jika sudah siap, DKP akan segera turun memberikan pelatihan,” ujar Ketua Kader Lingkungan Kota Malang tersebut.
Kesempatan evaluasi juga digunakan untuk bertanya seputar Bank Sampah Malang (BSM). Warga di RW 07 ternyata juga sangat tertarik program BSM. “Kadang kami agak kesulitan mengirim sampah dari warga yang sudah siap jual. Katanya, sampah akan diambil oleh petugas. Tetapi, kabarnya harus nunggu sampai sampah mencapai satu pick up penuh. Padahal, untuk menunggu satu pick up penuh kan agak lama. Bagaimana ini, apakah ada solusinya?,” tanya Elisabeth lagi.
Ny. Indra, salah satu anggota juri yang lain mengatakan, jika warga ingin menjual sampah kering yang sudah terkumpul dari warga, bisa menghubungi Bank Sampah. “Tidak usah menunggu sampai satu pick up penuh Bu. Jika memang sudah terkumpul, misal masih setengah pick up banyaknya, telpon saja ke BSM, nanti petugas BSM yang akan mengambilnya. Sampah kering lebih baik dijual ke BSM Bu, sebab di BSM ada sekitar 72 item sampah kering yang bisa dijual di sana, “ jawab pegiat BSM tersebu
MALANG - Penilaian Lomba Kampung Bersinar yang digelar oleh Dinas Kebersihan dan Pariwisata (DKP) Kota Malang sudah memasuki wilayah Kecamatan Sukun. Tim juri selalu memberikan evaluasi setiap kali usai melakukan penilaian. Dalam evaluasi tersebut Tim Juri juga memberikan kesempatan warga untuk bertanya seputar Lomba Kampung Bersinar. Warga, ternyata juga tidak saja bertanya, tetapi juga mengajukan permohonan.
Seperti, yang dilakukan oleh warga RW 07 Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun. Elisabeth, Ketua TP PKK, dalam sesi evaluasi meminta kepada DKP agar warganya diajari membuat kerajinan tangan dari daur ulang sampah. “Keterampilan kami masih sangat terbatas dalam membuat karya kerajinan dari sampah kering. Karena itu apakah kami bisa dilatih untuk membuat keterampilan yang lebih bervariasi agar mempunyai nilai jual yang lebih tinggi,” tanya Elisabeth.
Salah satu Tim Juri, Dharsono menjawab, permintaan pelatihan membuat kerajinan oleh warga akan segera direspons oleh DKP. “Permintaan seperti itu baik sekali. Ibu buat surat permohonan pelatihan kepada DKP. Nanti, akan segera dijawab oleh DKP. Cuma, untuk pengumpukan warga yang mau ikut serta persiapan tempatnya harus dilakukan oleh warga. Nanti, jika sudah siap, DKP akan segera turun memberikan pelatihan,” ujar Ketua Kader Lingkungan Kota Malang tersebut.
Kesempatan evaluasi juga digunakan untuk bertanya seputar Bank Sampah Malang (BSM). Warga di RW 07 ternyata juga sangat tertarik program BSM. “Kadang kami agak kesulitan mengirim sampah dari warga yang sudah siap jual. Katanya, sampah akan diambil oleh petugas. Tetapi, kabarnya harus nunggu sampai sampah mencapai satu pick up penuh. Padahal, untuk menunggu satu pick up penuh kan agak lama. Bagaimana ini, apakah ada solusinya?,” tanya Elisabeth lagi.
Ny. Indra, salah satu anggota juri yang lain mengatakan, jika warga ingin menjual sampah kering yang sudah terkumpul dari warga, bisa menghubungi Bank Sampah. “Tidak usah menunggu sampai satu pick up penuh Bu. Jika memang sudah terkumpul, misal masih setengah pick up banyaknya, telpon saja ke BSM, nanti petugas BSM yang akan mengambilnya. Sampah kering lebih baik dijual ke BSM Bu, sebab di BSM ada sekitar 72 item sampah kering yang bisa dijual di sana, “ jawab pegiat BSM tersebu
Kamis, 21 November 2013
TINGKAT KECEPATAN ADOPSI INOVASI
shafiatulamala.blogspot.com
TINGKAT KECEPATAN ADOPSI INOVASI
Tingkat
adopsi adalah kecepatan yang relatif di mana sebuah inovasi diadopsi oleh
anggota dari sistem sosial. Hal ini secara umum diukur dengan banyaknya jumlah
individu yang mengadopsi suatu ide baru dalam rentang waktu tertentu.
Menurut
Rogers (1983), tingkat adopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh berbagai macam
faktor, yaitu : atribut/karakteristik inovasi (keuntungan relatif,
kompatibilitas, kompleksitas, trialabilitas, observabilitas/dapat diamati),
Jenis keputusan inovasi, saluran komunikasi (media massa atau interpersonal),
sifat dasar sistem sosial (norma, sifat saling keterhubungan individu), upaya
promosi agen perubahan.
ATRIBUT ATAU KARAKTERISTIK INOVASI
Cepat
lambatnya penerimaan inovasi oleh masyarakat luas dipengaruhi oleh
karakteristik inovasi itu sendiri. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh
Zaltman, Duncan, dan Holbek bahwa cepat lambatnya suatu inovasi diterima dan
diikuti oleh masyarkat tergantung pada atribut atau karakteristik inovasi
tersebut.
Atribut
atau karakteristik inovasi adalah salah satu hal yang penting dalam menjelaskan
tingkat adopsi suatu inovasi. Dari 49 hingga 87 persen dari variasi dalam
tingkat adopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh lima atribut/karakteristik
inovasi, yaitu keuntungan relatif, kompatibilitas, kompleksitas, trialabilitas,
observabilitas.
TIPE KEPUTUSAN INOVASI
Suatu
inovasi yang diadopsi secara individual secara umum diadopsi lebih cepat dari
pada suatu inovasi yang diadopsi oleh suatu kelompok. Semakin banyak orang yang
terlibat dalam pembuatan keputusan nuntuk mengadopsi suatu inovasi maka tingkat
adopsi akan semakin lambat. Artinya, kecepatan tingkat adopsi inovasi dalam
rangka untuk membuat sebuah keputusan inovasi tergantung semakin sedikitnya
individu yang terlibat.
SALURAN-SALURAN KOMUNIKASI
Saluran
komunikasi merupakan suatu ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari
sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling
tidakperlu memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b)
karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu
inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi
yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi
dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka
saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
Saluran-saluran
Komunikasi biasanya digunakan untuk mendifusikan suatu inovasi, juga dapat
mempengaruhi tingkat adopsi inovasi. Contohnya jika saluran interpersonal
(dibandingkan saluran media massa) menciptakan kesadaran ilmu pengetahuan,
sebagaimana seringkali terjadi pada pengadopsi selanjutnya, tingkat adopsi
mereka terjadi secara lambat.
Jika
sebuah saluran komunikasi yang tidak pantas digunakan, melalui seperti media
massa untuk ide-ide baru yang rumit/kompleks/sulit dipahami, hal ini akan
mengakibatkan tingkat adopsi yang rendah.
KONDISI SISTEM SOSIAL
Sistem
sosial merupakan berbagai unit yang saling berhubungan satu sama lain dalam
tatanan masyarakat, dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Beberapa hal yang
dikelompokkan sebagai bagian atau unit dalam sistem sosial kemasyarakatan
antara lain meliputi : individu anggota masyarakat, tokoh masyarakat, pemimpin
formal, kiai, kelompok tertentu dalam masyarakat. Kesemuanya secara nyata, baik
langsung ataupun tak langsung mempengaruhi dalam proses difusi inovasi yang
dilakukan.
Skema
variable tingkat adopsi inovasi di atas menunjukkan sifat dasar sistem sosial,
seperti norma-norma masyarakat atau suatu sistem dan tingkat di mana struktur
jaringan komunikasi saling berhubungan erat, juga mempengaruhi tingkat adopsi
inovasi.
Peran Norma dalam Difusi Inovasi
Norma
merupakan hal yang penting dalam proses difusi inovasi. Lebih jauh dalam
kaitannya dengan sistem sosial, norma yang dianut oleh masyarakat dapat
dipandang sebagai pengikat dan pengukuh pola prilaku masyarakat yang
bersangkutan sesuai dengan kaidah sistem sosial yang berlaku.
Dalam
kadar tertentu norma yang dianut juga dapat dipandang sebagai standar dari
suatu tatanan prilaku masyarakat yang diianut. Norma itu sendiri bisa bercirian
budaya lokal, bernafas keagamaan, ataupun ciri khusus suatu masyartakat
tertentu, yang memberi warna tersendiri terhadap sosial budaya masyarakat yang
bersengkutan. Namun demikian, di sisi lain norma suatu sistem juga bisa
berperan sebagai pengahalang atau barrirers suatu perubahan. Banyak contoh kasus
inovasi yang terganggu atau mengalami daya tolak masyarakat (resistensi) karena
faktor norma sosial yang dianut oleh masyarakat. Misal, di beberapa provinsi di
India, banyak sapi peliharaan yang dianaggap suci sehingga tabu bagi masyarakat
untuk menyembelihnya, padahal masyarakat yang bersangkutan umumnya rawan gizi
daan rawan protein hewani. Inovasi yang dilakukan termasuk perubahan di bidang
pendidikan, direncanakan dan diorganisasikan sedemikian rupa sesuai dengan
social system yang dianut. Yang
dimaksud dengan sistem sosial dalam pendidikan misalnya : lembaga sekolah
(dasar, menengah, dan pendidikan tinggi), masyarakat pendidikan, malahan
mungkin menjamah sistem organisasi yang lebih luas lagi yang berkaitan langsung
dengan layanan pendidikan seperti : Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten/kota,
dewan sekolah, organisasi profesi guru PGRI, dan sebagainya.
UPAYA PROMOSI PERLUASAN AGEN-AGEN
PERUBAHAN
Dalam
sistem sosial, salah satu komponen penting adalah pemimpin pendapat (opinion
leaders) dan agen perubahan. Seperti telah dibahas sebelumnya bahwa difusi
inovasi yang pada dasarnya sebagai penyebarluasan dari gagasan inovasi tersebut
melalui suatu proses komunikasi yang dilakukan dengan mengunakan saluran
tertentu dalam suatu rentang waktu tertentu di antara anggota sistem sosial
masyarakat. Oleh karena sistem sosial merupakan salah satu aspek yang
mempengaruhi, maka proses difusi inovasi tak senantiasa berjalan mulus, karena
perbedaan latar belakang dan sistem sosial yang berlaku. Sering peran pemimpi
pendapat (opinion leaders) sangat berpengaruh pada prilaku individu.
Pemimpin
pendapat adalah suatu tingkat dimana seorang individu dapat
mempengaruhi individu yang lainnya atau mengatur prilaku individu lainnya
secara tidak formal ke arah kondisi yang diharapkan, sesuai dengan norma yang
berlaku. Sedangkan agen perubahan (change agent)merupakan individu
yang bisa mempengaruhi pengambilan inovasi klien ke arah yang diharapkan
para agent perubahan.
Tingkat
adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh upaya promosi agen-agen perubahan.
Hubungan antara tingkat adopsi dan upaya agen-agen perubahan mungkin tidak
terjadi secara langsung dan linear. Hasil yang lebih besar dari
jumlah yang diberikan aktivitas agen perubahan terjadipada
tahap tertentu dalam difusi inovasi. Respon terbesar terhadap
upaya agen-agen perubahan terjadi ketika pendapat/opini dari pemimpin diadopsi.
Inovasi kemudian berlanjut menyebar dengan sedikit promosi dari agen-agen
perubahan, setelah kritik ataupun tanggapan masyarakat diterima.
Selain itu, ditemukan bahwa (a)
sampai tingkat kesadaran inovasi mencapai 20-30% tingkat adopsi rendah,
sedangkan setelah ambang tersebut tingkat kesadaran dan tingkat adopsi meninggi
dan (b) overadopsi adalah fenomena inovasi diadopsi padahal menurut para ahli
sebaiknya tidak diadopsi.
EFEK DIFUSI
Tidak hanya usaha agen pembaru yang punya efek berbeda pada titik yang berbeda
dalam urutan kecepatan adopsi suatu inovasi, tetapi tekanan-tekanan sistem
terhadap pengadopsian juga berubah begitu proporsi anggota sistem yang
mengadopsi meningkat. Kami menyebut peningkatan tekanan jaringan antar pribadi
ini sebagai “efek difusi” (diffusion effect).
Efek difusi adalah peningkatan kumulatif kekuatan pengaruh terhadap seseorang
untuk mengadopsi inovasi atau menolak suatu inovasi dikarenakan pergerakan
jaringan kawan-sebaya berkenaan dengan inovasi dalam suatu sistem sosial.
Misalnya, ketika hanya 5 persen orang dalam suatu sistem sosial yang mengetahui
suatu ide baru, tingkat pengaruh terhadap seseorang untuk mengadopsi atau
menolak suatu inovasi itu sangat berbeda ketika 95% anggota sistem itu telah
mengadopsi. Dengan kata lain, norma-norma sistem mengenai inovasi itu berubah
seiring dengan berjalannya waktu, ketika proses difusi itu berlangsung, dan ide
baru itu sedikit demi sedikit menyatu dengan arus kehidupan sistem itu.
Lingkungan komunikasi sistem itu berkenaan dengan inovasi iti berubah begitu
jumlah orang yang mengadopsi bertambah. Ada antar hubungan yang kompleks tetapi
penting antara menyebarnya pengetahuan me-ngenai suatu inovasi di dalam suatu
sistem dan kecepatan adopsinya. Dalam satu hal, tingkat pengetahuan pada
suatu waktu tertentu merupakan indikasi keseluruhan informasi mengenai inovasi
yang ada pada rata-rata orang di dalam sistem itu. Bila level informasi seperti
itu (bergabung dengan pengaruh jaring-an) sangat rendah, pengadopsian inovasi
tidak mungkin bagi setiap orang. Bila level informasi penilaian inovasi
meningkat melampaui ambang batas tertentu, pengadopsian sangat mungkin terjadi
tekanan-tekanan jaringan sosial terhadap adopsi meningkat. Hubungan ini positif
tetapi tidak linier dan langsung. Begitu tingkat pengetahuan-kesadaran tentang
inovasi meningkat sampai 2-30 persen, sangat sedikit terjadi adopsi. Kemudian,
begitu titik ambang ini terlampaui setiap tambahan persentase
pengetahuan-kesadaran dalam sistem itu biasanya disosiasikan dengan beberapa
persentase yang meningkat dalam kecepatan adopsi. Efek difusi berarti bahwa
sampai orang memiliki suatu level pengetahuan tertentu dan pengaruh teman
sebayanya dalam sistem sosial itu berada pada level minimum, dia tidak mungkin
mengadopsi. Tetapi begitu ambang ini terlampaui (titik ambang yang pasti untuk
setiap inovasi dan setiap sistem adalah berbeda), pengadopsian ide itu
selanjutnya ditingkatkan oleh setiap masukan tambahan pengetahuan dan pengaruh
terhadap lingkungan komunikasi sistem. Suatu ambang agaknya terjadi sekitar
titik dimana para pemuka pendapat dalam suatu sistem mulai berkenan terhadap
inovasi.
Suatu penyelidikan kecepatan adopsi lima inovasi makanan di kalangan 1.028 ibu
rumah tangga di lima desa Guatemala memberi beberapa bukti lebih lanjut tentang
pentingnya efek difusi dalam menjelaskan kecepatan adopsi (Mendez, 1968).
Semakin cepat kecepatan adopsi diketemukan pada desa-desa yang sangat padu
dimana lebih banyak dari mereka yang terjangkau oleh jaringan-jaringan
antar-pribadi. Bukti yang mendukung diberikan oleh Guy Mares (1968), Yadav
(1967), Coughenour (1964), dan Colleman et al (1966). Di semua kasus tampak
bahwa sistem-sistem sosial yang anggotanya lebih erat dikaitkan jejaring
komunikasi (guyub), punya efek difusi yang lebih kuat dan suatu
kecepatan adopsi inovasi yang lebih cepat. Kami menyimpulkan pembahasan ini
dalam rampatan 6-6: tingkat saling keterkaitan dalam suatu sistem sosial
berhubungan positif dengan kecepatan adopsi inovasi.
Di seluruh buku ini, kita melihat betapa penilaian subyektif terhadap suatu
inovasi menggerakkan proses difusi, melalui jaring-jaring antar pribadi.
ADOPSI BERLEBIH (OVERADOPTION)
Overadopsi adalah pengadopsian inovasi oleh seseorang ketika para ahli
menganggap bahwa sebetulnya dia seharusnya menolak. Ada beberapa kemungkinan
alasan overadopsi, termasuk tidak lengkapnya pengetahuan si pengguna
tentang inovasi itu, ketidak-mampuan memperkirakan akibat-akibat penggunaannya,
atau aspek-aspek yang menyangkut status dari ide baru. Yang umum adalah bahwa
ada orang-orang tertentu punya semacam kegemaran untuk sesuatu yang baru
(maniak inovasi) sehingga sepintas mereka tampak sebagai pelahap perubahan.
Seringkali sulit menentukan apakah
seseorang harus mengadopsi suatu inovasi atau tidak. Rasionalitas, yang
diartikan sebagai penggunaan cara-cara yang paling efektif untuk mencapai
tujuan, tidak gampang diukur. Klasifikasi kadang-kadang dapat dibuat oleh para
ahli mengenai inovasi yang sedang dikaji. Dalam satu hal, kebanyakan orang
memandang dirinya/tindakannya rasional. Karena ketiadaan pengetahuan atau
kekurangtepatan persepsi, penilaian seseorang tentang suatu inovasi mungkin
tidak sesuai dengan penilaian para pakar. Perhatian utama kami adalah pada
rasional obyektif pada kasus yang ada, dan bukan pada rasional subyektif
seseorang (yang mengadopsi inovasi).
Langganan:
Postingan (Atom)